Flores merupakan salah satu tempat tujuan wisata di Indonesia yang beberapa waktu lalu saya kunjungi. Namun sayangnya hanya sebagian kecil saja dari Flores yang bisa saya lihat karena keterbatasan waktu. Sebagian kecil dari Flores itu hanyalah Pulau Komodo dan pulau-pulau di sekitarnya, tentunya termasuk Labuan Bajo juga. Walaupun singkat, saya tetap merasa beruntung dan kagum dengan keindahan yang ditawarkan oleh pulau-pulau yang saya singgahi waktu itu.
Perjalanan singkat itu diawali dengan penerbangan dari Jakarta menuju Labuan Bajo dengan transit satu kali di Bali. Ketika tiba di Bandar Udara Komodo, saya senang ketika melihat bandar udaranya sedang dibenahi menjadi lebih cantik. Kata orang yang saya temui di sana, tidak hanya bangunan bandar udaranya saja yang sedang dibenahi, rencananya landasan juga akan diperpanjang, sehingga akan memungkinkan pesawat berbadan besar untuk melakukan penerbangan langsung menuju Labuan Bajo. Dengan demikian diharapkan akan banyak orang yang bisa menikmati keindahan di sini.

Live on Board ke Pulau Komodo dan sekitar
Untuk melihat-lihat Pulau Komodo dan sekitarnya, saya memutuskan untuk mengambil satu paket Live on Board, di mana saya tinggal di kapal selama 3 hari 2 malam. Dengan perjalanan seperti ini maka saya bisa mengunjungi beberapa pulau, dibandingkan hanya mengikuti sebuah day trip. Karena semua trip ini dimulai dari Labuan Bajo, maka saya memutuskan untuk menginap di sini pada malam pertama dan terakhir. Setidaknya saya bisa melihat hiruk pikuk kehidupan di Jalan Soekarno Hatta, Labuan Bajo, yang sudah terdapat banyak tempat makan dan penginapan ini.
Untuk perjalanan Live on Board ini, saya sudah diberikan jadwal perjalanan oleh kapten kapalnya. Saya pun langsung terbayang foto-foto keindahan pemandangan dari pulau Padar atau Gili Laba yang saya lihat di media sosial, dan saya sebentar lagi akan menjejakkan kaki di salah satu pulau itu pada hari kedua perjalanan singkat ini.

Hari pertama Live on Board
Di hari pertama dari Live on Board ini, ada beberapa pulau yang saya kunjungi sekaligus, termasuk salah satunya Pulau Rinca, di mana saya akan bertemu para naga alias komodo, tapi sebelumnya saya sempat berkunjung ke Pulau Bidadari untuk snorkeling sebentar, dan Pulau Kelor. Saya juga sudah beberapa kali melihat foto-foto di media sosial yang diambil dari atas bukit Pulau Kelor itu. Kalau bisa dibilang, Pulau Kelor itu sepertinya hanya terdiri dari satu bukit yang cukup tinggi, tapi mampu menguras tenaga saya, dan kemudian saya jadi khawatir karena tidak memakai alas kaki yang tepat untuk mendaki. Bukan khawatir oada saat naiknya, tapi khawatir pada saat turun, karena permukaan yang saya daki berupa tanah kering dan batu-batu kecil. Jadinya saya hanya sampai sekitar setengah bukit lebih saja, dan kemudian duduk sebentar sambil menikmati pemandangan dari atas. Dari sini saja sudah terlihat indah, tampak putihnya pasir di pantai Pulau Kelor, dan ketika menatap mata ke depan, terdapat bukit-bukit tinggi berjejeran di pulau yang terletak di seberang. Setelah puas melihatnya, saya pun turun untuk melanjutkan perjalanan ke Pulau Rinca.

Sang kapten sempat bertanya apakah saya kuat menanjak bukit di Pulau Kelor, karena katanya di Pulau Rinca akan berjalan menanjak lagi dan juga pada hari kedua, akan ada kegiatan mendaki lagi di Pulau Padar dan Gili Laba. Saya bertekad untuk naik ke paling atas untuk pendakian berikutnya.
…
Ketika saya sudah dekat ke dermaga kecil Pulau Rinca, nampak sudah ada beberapa kapal yang sedang bersandar di sana. Di Pulau Rinca ini, setiap pendatang, harus ditemani dengan ranger. Ranger ini akan menjadi guide serta yang bertugas menjaga kita dari para komodo. Kita juga harus mendengar segala petunjuk yang dikatakan oleh sang ranger ini, dan pastinya saya tidak mau menjauh dari ranger saya.
Di Pulau Rinca ini, ternyata juga terdapat semacam kompleks rumah bertipe rumah panggung, yang terdiri dari kantor tiket, dan juga ada penginapannya. Selain itu, terdapat juga rumah yang berfungsi sebagai dapur. Kita sebagai manusia, tentunya bisa mencium bau harum dari makanan yang sedang dimasak, apalagi komodo. Komodo dengan penciumannya yang tajam, tentunya sangat senang dengan bau masakan ini. Alhasil, beberapa komodo bergerombol di dekat dapur. Kami para pendatang yang ingin melihat komodo, jadi mudah untuk menemuinya di sini.

Sang ranger juga bercerita beberapa hal mengenai komodo, termasuk menunjukkan sarang komodo, yang sebenarnya bekas sarang burung Maleo, yang berbentuk seperti bukit kecil berlubang-lubang. Walaupun nampak ada beberapa lubang, namun tidak semua mengandung telur komodo. Ini untuk mengelabui para predator yang ingin memakan telur komodo.
Setelah itu, kami naik ke sebuah bukit, yang merupakan perhentian terakhir. Trekking di Pulau Rinca sebenarnya ada tiga macam, mulai yang pendek, menengah, dan yang terjauh. Saya mengambil jalur trekking yang menengah karena ingin melihat pemandangan dari atas bukit. Apakah pantas untuk dilihat? Kamu bisa langsung melihat di foto di bawah ini. Jika kita melihat ke depan, akan nampak semacam ‘jalur’ air di antara bukit-bukit Pulau Rinca, yang menuju ke dermaga Pulau Rinca. Kalau kita melihat ke arah lain, akan nampak perbukitan luas dari Pulau Rinca. Sungguh sangat cantik, bukan?

Hari kedua: mendaki dan mendaki
Hari kedua dimulai dengan perjalanan menuju Pulau Padar yang terletak cukup jauh, dan hari ini nampaknya hari yang cukup melelahkan karena akan mendaki dua kali, satu di Pulau Padar, dan satunya lagi di Pulau Gili Laba. Saya pun bertekad untuk sampai di puncaknya, untuk mengabadikan keindahan di sana.
Tiba di Pulau Padar masih termasuk pagi, jadi tidak terlalu panas ketika mendaki, karena tentunya, perbukitan di sini merupakan bukit yang jarang pohon-pohon rindang sebagai tempat berteduh. Hanya seperti padang belantara. Untungnya saya bawa air minum ketika mendaki di Pulau Padar, jaga-jaga kalau saya haus setelah sampai di atas.
Di sini tentunya belum ada tangga-tangga yang membuat pendakian menjadi lebih mudah. Kontur permukaannya mirip dengan yang di Pulau Kelor. Tanah kering, berpasir, serta kerikil. Untungnya, pada pendakian ke atas, ada semacam beberapa area kecil dan datar, jadi saya bisa duduk sebentar untuk beristirahat sejenak. Walau saya sudah bisa melihat pemandangan yang membuat saya takjub dari sini, saya tetap bertekad harus naik lagi ke atas, dan akhirnya saya bisa naik ke atas dengan keringat yang sudah mengucur banyaknya. Ini semua bisa terbayar sempurna, ketika saya menerima pemandangan indah yang menjadi ciri khas dari Pulau Padar, yakni tiga lekukan pantai yang terletak di balik perbukitan, di mana satunya adalah tempat para kapal bersandar. Sebagai anak yang cinta pantai, ingin rasanya setelah bersusah-susah naik ke atas, duduk diam di salah satu pantai di Pulau Padar ini, tapi sang kapten berkata kalau setelah ini akan mengunjungi salah satu pantai yang terkenal. Pantai Pink di Pulau Komodo.

Pantai Pink? Memang selain di Flores, juga ada Pantai Pink di Lombok bagian Tenggara. Bedanya, pantai Pink di Flores sudah cukup terkenal, sehingga banyak orang berdatangan ke sini. Air di pantainya juga lebih tenang, jadi lebih menikmati kalau ingin snorkeling dan melongok kehidupan bawah lautnya. Satu hal yang tidak saya lakukan adalah mendaki bukit yang terletak di salah satu ujung pantai ini. Memang tujuan untuk naik ke foto untuk memfoto pantai dan pemandangan sekitar dari atas bukit, tapi saya jadi berpikir untuk menghemat tenaga saja, karena setelah ini saya akan memakai tenaga saya untuk mendaki lagi.
Untung saya benar tidak mendaki bukit di Pantai Pink, karena ternyata bukit di Gili Laba nampak lebih terjal. Pendakian pun dilakukan pada sore hari bersama-sama dengan pengunjung yang lain, karena tujuannya adalah untuk melihat kecantikan matahari yang akan terbenam. Trekking terjal di Gili Laba kalau dilihat dari jauh sepertinya mudah untuk dilalui, tapi tentunya ini akan berbeda ketika saya melakukannya. Kontur permukaan yang sama dengan sebelumnya, serta pijakan alami di Gili Laba ini menjadi teman saya menuju ke atas bukit. Beberapa kali saya kehabisan napas, sehingga saya seperti harus merangkak ke atas dan dibantu dengan tangan saya. Akhirnya saya sampai juga di atas, dan beruntung karena matahari masih agak lama terbenamnya, jadi saya tidak perlu buru-buru untuk turun lagi sebelum hari menjadi gelap. Perjuangan menuju puncak terbayar ketika saya menyaksikan perpaduan warna cantik dari sang matahari yang ingin kembali ke ‘tempat peristirahatannya’ dan warna dari langit beserta awan-awannya.

Hari ketiga: santai-santai
Hari terakhir lebih ke hari santai, karena saya hanya mengunjungi ke salah satu pulau yang cukup terkenal setelah Pulau Komodo, yakni Pulau Kanawa. Memang salah satu impian saya adalah untuk tinggal paling tidak satu malam di pulau ini, tapi nampaknya yang kesampaian baru untuk berkunjung ke pulau ini selama satu hari. Tidak banyak yang dilakukan selama di pulau ini selain bersantai, makan, dan tentunya snorkeling. Hal yang paling menarik dari kunjungan saya ke Pulau Kanawa tentunya adalah pemandangan bawah lautnya yang sungguh menawan, dan bisa saya bilang kalau selama saya melakukan snorkeling di beberapa tempat selama kunjungan singkat ini, Pulau Kanawa lah yang bawah lautnya menawan.

Impian untuk overland Flores

Impian yang ingin saya wujudkan selanjutnya adalah melakukan perjalanan darat di Flores, dan sudah ada beberapa tempat yang ingin saya kunjungi ketika melakukan kegiatan itu. Salah satunya adalah mengunjungi dan menginap di desa Wae Rebo. Desa yang mendapat penghargaan dari UNESCO, berupa UNESCO Asia-Pacific Heritage Award for Cultural Heritage, memberikan kita kesempatan untuk melihat dan merasakan bagaimana hidup di dalam tradisi lokal. Di sini kita juga bisa melihat rumah-rumah adat yang bernama mbaru niang, yang memiliki arsitektur unik seperti kerucut.
Selain Wae Rebo, tentunya saya harus berkunjung ke Danau Kelimutu yang juga dijuluki sebagai danau tiga warna ini. Tiga danau yang bisa memiliki warna-warna yang berbeda tentunya disebabkan oleh beberapa hal, seperti misalnya ganggang yang terdapat di dalam danau tersebut, atau kandungan mineral dari danau itu.
Tempat selanjutnya yang saya ingin lihat dan kunjungi tentunya adalah Taman Laut 17 Pulau Riung di daerah Ngada. Sebenarnya kepulauan di sini memiliki jumlah yang lebih dari 20 pulau, namun diberikan nama Taman Laut 17 Pulau Riung karena sesuai dengan tanggal kemerdekaan kita. Tentunya banyak hal yang bisa saya lakukan di sini, mulai dari bersantai di pantai, berkeliling pulau, ataupun snorkeling.

…
Nah kalau kamu sendiri, apakah sudah melakukan overland di Flores? Cerita-cerita dong.
Kalau kamu suka blog post ‘Keindahan Flores yang mempesona’, jangan lupa share dan subscribe blog ini di subscribe box di sidebar kanan ya 🙂
Aku sediiiiiih belom bisa kesanaaaa.
Aku doakan secepatnya, kaakk 🙂
Blogpostnya bisa dipecah jadi beberapa tulisan lho ini 🙂
Panjang tulisannya.
Kamu jalan-jalan terus. Ini bareng ceritaeka ya?
Hahahaaaaa iya sihhh … Tp gpp ini rangkuman aja ;-). Tripnya beda kok Mbak
eksotis alamnay ya, indonesia memang surganya dunia dengan keindahannya
benar sekaliiii … <3 <3 <3
Komodo, semoga lain kali bisa berkunjung ke sini ^^
Amin, kaaak 😉
Kudu ke sana, tapi entahlah. Masih berencana dulu 😀
Rencana yg siap direalisasikan 😉
Paket an klo dr jakarta berapa ya mas?
Wah, agak susah nentuinnya, soalnya tergantung dari keinginan dan budget masing2 😉
Flores memang indah! Saya juga baru dari pulau ini dan rasanya ingin kembali lagi karena belum semua sempat dijelajahi.
Wowww ditunggu ya kaak ceritanya di blog 😉
wiiiih, Flores n Komodo yang selalu menggoda..
Yuk ke Wae Rebo bareng mas Timo.. 😀
Cantik sekali pemandangannya ya mas Timo 🙂
Saya belum pernah ke Flores. Baru ke Kupang dan transit di beberapa kota seperti Larantuka dan Maumere. Itupun dulu sekali..waktu sering naik kapal Pelni menuju Kupang.
Iya bener banget, Mbak. Sy pengen lho suatu saat bs overland, n berkunjung ke tempat lain di Flores 🙂
Flores memang memesona Mas hehehe, walau saya belum seberuntung Mas Timo soal destinasi yang sudah dieksplor 🙂
Ini blog selain Mixup already kah? Versi Indonesian? 😀
Lho ta’ pikir kowe udah pernah ke sini, Mas … Soon, yow!
Hahaha, iya, ini yg bhs Indonesia 😀
itu hnya sebagian tepatnya hanya ada di flores bagian barat. saya sarankan jgn berhenti di komodo atau riung. tetapi jelajahi hingga ujung timur flores. trip terbaik pd bulan juli-oktober, mungkin anda bsa bertemu tradisi berburu paus di ujung timur kepulauan flores.
Bener, baru Flores Barat aja nih. Pengen sih menjelajah ampe ke Timur … *someday* 🙂